Minggu, 17 Juli 2011

Katarak

Definisi Katarak
      Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun (Ilyas, 2005).
Lensa Mata Keruh


Etiologi dan Patofisiologi
            Penyebab terjadinya katarak senilis hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa teori konsep penuaan menurut Ilyas (2005) sebagai berikut:
- Teori putaran biologik (“A biologic clock”).
- Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali → mati.
- Imunologis; dengan bertambah usia akan bertambah cacat imunologik yang mengakibatkan kerusakan sel.
- Teori mutasi spontan.
- Terori ”A free radical”
· Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat.
· Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi.
· Free radical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vitamin E.
- Teori “A Cross-link”.
Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul protein sehingga mengganggu fungsi.

Perubahan lensa pada usia lanjut menurut Ilyas (2005):
1. Kapsul
- Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak)
- Mulai presbiopia
- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
- Terlihat bahan granular

2. Epitel → makin tipis
- Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
- Bengakak dan fakuolisasi mitokondria yang nyata

3. Serat lensa:
- Lebih iregular
- Pada korteks jelas kerusakan serat sel
- Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna coklet protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal.
- Korteks tidak berwarna karena:
· Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.
· Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.

Manifestasi Klinis
Gejala katarak senilis biasanya berupa keluhan penurunan tajam penglihatan secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Penglihatan seakan-akan melihat asap/kabut dan pupil mata tampak berwarna keputihan. Apabila katarak telah mencapai stadium matur lensa akan keruh secara menyeluruh sehingga pupil akan benar-benar tampak putih. Gejala umum gangguan katarak menurut GOI (2009) dan Medicastore (2009) meliputi:

1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Peka terhadap sinar atau cahaya.
3. Dapat terjadi penglihatan ganda pada satu mata.
4. Memerlukan pencahayaan yang baik untuk dapat membaca.
5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Gejala Katarak

Klasifikasi Katarak Senil
Katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu insipien, intumesen, imatur, matur dan hipermatur (Ilyas, 2005).

INSIPIEN
IMMATUR
MATUR
HIPER
MATUR
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Penuh
Masif
Cairan lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Termulans
Bilik mata depan
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Sudut bilik mata
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
Negatif
Positif
Negatif
Pseudopods
Penyulit
-
glaukoma
-
Uveitis dan glaukoma

1. Katarak Insipien
Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari tepi ekuator menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Pada katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak isnipien (Ilyas, 2005).
Kekeruhan ini dapat menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.

2. Katarak Intumesen.
Pada katarak intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air.
Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan mipopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi.
Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.

3. Katarak Imatur
Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh atau katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.
Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder (Ilyas, 2005).

4. Katarak Matur
Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif (Ilyas, 2005).

5. Katarak Hipermatur
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi kelur dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor.
Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni (Ilyas, 2005).

Selain klasifikasi di atas terdapat pengelompokan katarak lain yaitu:
1.      Katarak komplikata (katarak yang terbentuk sebagai efek langsung penyakit intraokular seperti uveitis posterior parah, glaukoma, retinitis pigmentosa, dan pelepasan lensa)
2.      Katarak traumatik (katarak yang paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata)
3.      Katarak akibat penyakit sistemik (diabetes mellitus, hipotiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atopik, galaktosemia, dan sindrom Lowe, Werner, dan Down)
4.      Katarak toksik (akibat substansi toksik yang mengenai mata baik sistemik maupun lokal, misalnya kortikosteroid yang digunakan dalam waktu lama)
5.      Katarak-ikutan/sekunder (akibat katarak traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular)

Diagnosis
Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit yang menyertai (contoh: diabetes melitus, hipertensi, cardiac anomalies). Penyakit seperti diabetes militus dapat menyebabkan perdarahan perioperatif sehingga perlu dideteksi secara dini sehingga bisa dikontrol sebelum operasi (Ocampo, 2009).
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsuler posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil.
Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan palpebra, konjungtiva, dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat normal. Pada lensa pasien katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan pemeriksaan shadow test untuk menentukan stadium pada penyakit katarak senilis. Ada juga pemeriksaan-pemeriksaan lainnya seperti biomikroskopi, stereoscopic fundus examination, pemeriksaan lapang pandang dan pengukuran TIO.

Tujuan terapi medikamentosa antara lain:
1.      Untuk memperlambat kecepatan progresifitas kekeruhan (mencegah rusaknya protein dan lemak penyusun lensa, misalnya dengan menstabilkan molekul protein dari denaturasi) sehingga pasien dapat lebih lama menikmati tajam penglihatan sebelum proses opasitas memburuk. Contoh: obat iodine yang memiliki efek antioksidan seperti potassium iodine, natrium iodine, dll 

2.      Untuk menjaga kondisi elemen mata misalnya pembuluh darah dan persyarafan mata. Contoh:
-          suplemen vitamin A (berfungsi penting dalam penjagaan kondisi retina), contoh: vitamin A 6000 IU, beta carotene (pro-vitamin A) 12.000 IU,
-          suplemen vitamin B (berfungsi penting dalam penjagaan kondisi syaraf), contoh vitamin B-2 (riboflavin) 20 mg, vitamin B-6 (pyridoxine hydrochloride) 11 mg, vitamin B complex, dll
-          Vitamin C (berfungsi penting dalam penjagaan kondisi pembuluh darah), contoh ascorbic acid 600 mg
-          Vitamin E.

3.      Untuk menjaga kondisi imunitas tubuh, contoh: suplemen vitamin.

Pembedahan Katarak (James et. al., 2006)
Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian lensa dengan implan plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan secara topikal. Jika keadaan sosial memungkinkan, pasien dapat dirawat swbagai kasus perawatan sehari dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit.
Operasi ini dapat dilakukan dengan:
- Insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior, diikuti oleh ekstraksi katarak ekstrakapsular (extra-capsular cataract extraction, ECCE). Insisi harus dijahit.
- Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil di kornea atau sklera anterior (fakoemulsifikasi). Biasanya tidak dibutuhkan penjahitan. Sekarang metode ini merupakan metode pilihan di negara barat.
Kekuatan implan lensa intraokular yang akan digunakan dalam operasi dihitung sebelumnya dengan mengukur panjang maata secara ultrasonik dan kelengkungan kornea (maka juga kekuatan optik) secara optik. Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga pasien tidak akan membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi oleh refraksi mata kontralateral dan apakah terdapat terdapat katarak pada mata tersebut yang membutuhkan operasi. Jangan biarkan pasien mengalami perbedaan refraktif pada kedua mata.

Gambar 1. Pembedahan katarak (Harvard Health Publications, 2007).
Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular

Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal, lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan.

Komplikasi Pembedahan Katarak (James et. al., 2006)
a. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel vitreousnya dapat masuk ke dalam bilik mata depan yang merupakan resiko terjadinya glaukoma atau traksi pada retina.
b. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protus melalui insisi bedah pada periode paska operasi dini. Pupil mengalami distorsi.
c. Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi (<0,3%), pasien datang dengan mata merah yang terasa nyeri, penurunan tajam penglihatan, pengumpulan sel darah putih di bilik mata depan (hipopion).
d. Astigmatisma pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi astigmatisma kornea. Ini dilakukan sebelum melakukan pengukuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh dan tetes mata steroid dihentikan. Kelengkungan kornea yang berlebih dapat terjadi pada garis jahitan bila jahitan terlalu erat. Pengangkatan jahitan biasanya menyelesaikan masalah ini dan bisa dilakukan dengan mudah di klinik dengan anastesi lokal, dengan pasien duduk di depan slit lamp. Jahitan yang longgar harus diangkat untuk mencegah infeksi namun mungkin diperlukan jahitan kembali jika penyembuhan lokasi insisi tidak sempurna. Fakoemulsifikasi tanpa jahitan melalui insisi yang kecil menghindarkan komplikasi ini. Selain itu, penempatan luka memungkinkan koreksi astigmatisma yang telah ada sebelumnya.
e. Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai dengan hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring berjalannya waktu, namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
f. Ablasio retina. Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
g. Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior berkurang pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan mungkin didapatkan rasa silau. Dapat dibuat satu lubang kecil pada kapsul dengan laser (neodymium yttrum (ndYAG) laser) sebagai prosedur klinis rawat jalan. Terdapat risiko kecil edema makular sistoid atau terlepasnya retina setelah kapsulotomi YAG. Penelitian yang ditujukan pada pengurangan komplikasi ini menunjukkan bahwa bahan yang digunakan untuk membuat lensa, bentuk tepi lensa, dan tumpang tindih lensa intraokular dengan sebagian kecil cincin kapsul anterior penting dalam mencegah opasifikasi kapsul posterior.

Komplikasi
Apabila dibiarkan katarak akan menimbulkan gangguan penglihatan dan komplikasi seperti glaukoma, uveitis dan kerusakan retina (GOI, 2009).

Prognosis
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada saat yang tepat maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik.

Pencegahan
Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis ialah oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal yang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan langsung terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap dan sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E) secara teori bermanfaat (Wikipedia, 2010).



Daftar Pustaka

American Academy of Ophtalmology. Lens and Cataract. 1997-1998. San Fransisco: AAO
Anonim. 2010. Cataract. Diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/Cataract, tanggal 31 Januari 2010.
Global Online Information. 2009. Pengertian dan Definisi Katarak. Diakses dari http://info.g-excess.com/id/info/PengertiandanDefinisiKatarak.info, tanggal 31 Januari 2010.
Harvard Health Publications. Harvard Medical School. 2007. Cataract Surgery-Cataract: Eye Care. Diakses dari http://www.aolhealth.com/eye-care/learn-about-it/cataract/cataract-surgery, tanggal 31 Januari 2010.
Ilham. 2006. Epidemiologi Katarak, diakses dari http://www.scribd.com/doc/2028 3414/EPIDEMIOLOGI-KATARAK, tanggal 9 Januari 2010.
Ilyas, S. 2005. Ilmu Penyakit Mata. Ed. 3. FKUI: Jakarta.
James, B., Chew, C., Bron, A. 2006. Lecture Notes Oftalmologi. 9th ed. Erlangga Medical Series: Jakarta.
Medicastore. (2009). Katarak. Diakses dari http://medicastore.com/penyakit/65/ Katarak.html, tanggal 31 Januari 2010.
Ocampo, V.V.D. (2009). Cataract, Senile: Differential Diagnoses and Workup. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal tanggal 31 januari 2010.

1 komentar:

  1. Informasi yang baik sekali bagi orang yang matanya mulai redup terhadap indahnya alam sekitarnya.

    BalasHapus