Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

Rabu, 17 Agustus 2011

Ileus Obstruktif


PENDAHULUAN
I.                   Latar Belakang
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus. Sekitar 20% pasien ke rumah sakit datang dengan keluhan akut abdomen oleh karena obstruksi pada saluran cerna, 80% obstruksi terjadi pada usus halus (Emedicine, 2009). 

Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosis ileus. Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif  tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan (Deparetemen Kesehatan RI, 2004).

.
TINJAUAN PUSTAKA
I.                   Ileus obstruksi
Adalah hambatan pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik misalnya oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen usus. Terdapat dua jenis obstruksi yaitu, obstruksi sederhana dan obstruksi strangulasi. Obstruksi sederhana adalah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada obstruksi strangulasi ada pembuluh darah yang terjepit sehingga bisa terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan ganggren (Wim de Jong, 2005).

II.                Lokasi obstruksi

A.    Letak tinggi           : Duodenum-Jejunum
B.     Letak tengah         : Ileum terminal
C.     Letak rendah         : Colon-Sigmoid-Rektum
Gambar 1. Sistem Pencernaan

III.             Penyebab obstruksi usus
A.    Adhesi
Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi bisa berasal dari rangsangan peritonium akibat peritonitis setempat atau umum, atau pascaoperasi. Adhesi dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, mungkin setempat maupun luas.

B.     Hernia inkarserata
Hernia yang tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut. Hernia jenis ini dapat menimbulkan gangguan pasase usus, tetapi belum terdapat gangguan vaskularisasi.

C.    Askariasis
Kebanyakan cacing askaris hidup di usus halus bagian Jejunum. Biasanya ada puluhan hingga ratusan ekor. Askaris jantan berukuran antara 15-30 cm, sedangkan yang betina antara 15-30 cm. Obstruksi bisa terjadi dimana saja di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal, tempat lumen paling sempit. Cacing menyebabkan kontraksi lokal di dinding usus yang disertai dengan reaksi radang setempat yang tampak di permukaan peritonium.

D.    Tumor
Tumor usus halus jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Obstruksi ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis di peritonium atau di mesenterium yang menekan usus. Bila pengelolaan konservatif tidak berhasil, dianjurkan operasi sebagai tindakan paliatif.

E.     Radang kronik (tbc)
Dapat menyebabkan obstruksi karena udem, hipertrofi, dan fibrosis.

F.     Kelainan kongenital
Gangguan pasase usus kongenital dapat berbentuk stenosis atau atresia. Setiap cacat bawaan berupa stenosis atau atresia dari sebagian saluran cerna akan menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai menyusui.

G.    Invaginasi
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan jarang pada dewasa. Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 2-12 bulan, dan lebih banyak pada anak laki-laki. Sering terdapat serangan rinitis atau infeksi saluran nafas mendahului serangan invaginasi. Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke kolon asendens dan mungkin terus keluar rektum. Invaginasi dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis.

H.    Volvulus
Volvulus di usus halus jarang ditemukan. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum, diperdarahi a. Ileosekalis dan mudah mengalami strangulasi.

I.       Obstruksi sisa makanan
Obstruksi usus halus akibat bahan makanan ditemukan pada orang yang pernah mengalami gasterektomi. Obstruksi biasanya terjadi pada daerah anastomosis. Obstruksi lain yang jarang ditemukan, dapat terjadi setelah makan banyak buah-buahan yang mengandung banyak serat yang menyebabkan obstruksi di ileum terminal, seperti serat buah jeruk atau biji buah tertentu yang banyak ditelan sekaligus. Keadaan ini harus dibedakan dari impaksi feses kering pada orangtua yang terjadi di kolon pada penderita yang kurang gerak.

IV.             Gambaran klinis
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik di dalam lumen usus maupun oleh muntah. Keadaan umum akan memburuk dalam waktu relatif singkat. Pada anamnesis obstruksi tinggi dapat ditemukan penyebab misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum berupa syok, oliguri, dan gangguan elektrolit. Ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan di usus, hiperperistaltik berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus, dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltik terdengar jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi (Wim de Jong, 2005).

V.                Patofisiologi
Perubahan patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan). Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan intralumen, sehingga menurunkan pengaliran air dan natrium dari usus ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan disekresi ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan, yaitu penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritonium dan sirkulasi sistemik (price, 2006).

Gambar 2. Patofisiologi obstruksi usus


VI.             Kriteria diagnosis (Standar Pelayanan Medik RSUD Tidar Magelang).
A.    Anamnesa
·         Perut kembung
·         Tidak ada flatus
·         Tidak ada defekasi
·         Mual dan muntah
·         Nyeri-kolik
·         Oliguri

B.     Pemeriksaan fisik
Inspeksi          : Perut distensi, benjolan pada regio inguinal, femoral, dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada intususepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.
Auskultasi      : Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
Perkusi           : Meteorismus, Hipertimpani
Palpasi                        : Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, dan hernia.
·         Pemeriksaan colok dubur
-          Isi rektum menyemprot     : Hirschprung disease
-          Adanya darah                   : strangulasi, neoplasma
-          Feses yang mengeras         : skibala
-          Feses negatif                     : obstruksi usus letak tinggi
-          Ampula rekti kolaps          : curiga obstruksi
-          Nyeri tekan                       : lokal atau general peritonitis
C.    Pemeriksaan penunjang
·         Laboratorium :
-          Hemokonsentrasi
-          Lekositosis
-          Perubahan elektrolit : hiponatremi, hipokalemi, bicarbonat meningkat
-          pH meningkat

·         Foto polos abdomen 3 posisi ditemukan :
-          Air fluid level
Gambar 3. Air Fluid Level

-          Step ladder symptom
-          Hearing bone appearance
Gambar 4. Hearing Bone Appearance

VII.          Penatalaksanaan Medik
A.    Monitor :
·         Keseimbangan cairan dan elektrolit : mengoreksi defisit atau kelebihan cairan dan mengganti dengan cairan intravena.
·         Tanda-tanda vital : ada kenaikan, berarti ada kemungkinan strangulasi atau peritonitis.
·         Pasang kateter urin untuk menghitung balance cairan. Bila urine output berkurang, waspadai syok.
·         Cairan lambung : ukur dan catat warnanya.
·         Darm contour
·         Suara usus
B.     Dekompresi atas dan bawah :
·         Dekompresi dengan NGT, penderita dipuasakan.
·         Lavement
C.    Memperbaiki ventilasi :
·         Posisi Fowler sehingga expansi diafragma luas.
·         Menganjurkan penderita bernafas melalui hidung dan tidak menelan udara karena akan menambah distensi.
·         Menganjurkan bernafas dalam.
D.    Obat-obatan :
·         Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
·         Analgesik apabila nyeri.
E.     Tindakan bedah bila :
·         Strangulasi
·         Obstruksi lengkap
·         Hernia inkarserata
·         Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif
Obstruksi intestinal merupakan alasan yang umum untuk dilakukan tindakan bedah. Terapi awal yang dilakukan adalah terapi konservatif, dan dilakukan tindakan laparotomi jika pada terapi konservatif tidak berhasil. Tindakan laparotomi saat ini mulai diganti dengan tindakan bedah seminimal mungkin. Penelitian yang dilakukan oleh Franklin yang dimulai pada bulan Mei tahun 1991 sampai 2001 pada 167 pasien dengan menggunakan laparoskopi untuk diagnosis dan terapi untuk obstruksi saluran cerna, didapatkan hasil bahwa laparoskopi berhasil mendiagnosis letak obstruksi pada semua pasien. Laparoskopi juga berhasil melakukan terapi pada 154 pasien (92,2%) tanpa laparotomi. Komplikasi pada saat operasi dan pasca operasi menurun (18.6%). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penanganan obstruksi saluran cerna dengan menggunakan laparoskopi lebih aman dan efektif tidak hanya untuk menegakkan diagnosis juga untuk terapi pada pasien. (Franklin, et all.2003).


KESIMPULAN
1.            Ileus obstruksi adalah hambatan pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik misalnya oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen usus.
2.            Penanganan obstruksi saluran cerna dengan menggunakan laparoskopi lebih aman dan efektif tidak hanya untuk menegakkan diagnosis juga untuk terapi pada pasien.


DAFTAR PUSTAKA
  1. Bank data Departemen Kesehatan Indonesia. 2004.
  2. Emedicine. Small-Bowel Obstruction. 2009.
  3. Franklin Jr, et all. Laparoscopic Diagnosis and Treatment of Intestinal Obstruction.  Texas Endosurgery Institute, 2003.
  4. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2005, Usus Halus, apendiks, Kolon dan Anorektum. Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta.
5.      Schteingart, DE. (2006). In S.A. Price, & L.M. Wilson. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6 volume 1. Jakarta : EGC.
6.      Standar Pelayanan Medik Bagian Ilmu Bedah RSUD Tidar Magelang, 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar